Berkat Kompasiana, Aku Menggapai Amerika Serikat
SESAAT lagi pesawat yang kutumpangi akan mendarat di
Bandara Detroit Wayne International, Amerika Serikat (AS). Pramugari telah
mengumumkan bahwa semua penumpang akan melewati pemeriksaan imigrasi dan mesti
menyiapkan beberapa dokumen. Hari ini, 3 September 2011, tiba-tiba saja aku
terkejut saat menyadari di mana sekarang aku berada.Aku telah melangkah jauh
dan menggapai satu impian yang telah lama kukerek tinggi-tinggi. Hari ini aku
akan menginjakkan kaki di benua Amerika. Semuanya berkat tulisan iseng pada
blog dan Kompasiana.
Bagi sebagian orang, menulis blog adalah sesuatu
yang dianggap sepele dan membuang-buang waktu.Banyak yang menyebutnya sebagai
aktivitas yang menghabiskan energi.Namun jika kurenungi dalam-dalam, justru
aktivitas inilah yang telah menerbangkan diriku hingga menggapai beberapa hal
yang dulunya hanya menjadi impian.Blog bukan saja sarana berbagi dan
mengalirkan curhat ke dalam sungai luas dunia maya. Blog bisa menjadi dua kepak
sayap yang akan menerbangkan seseorang untuk memetik bintang di langit tinggi,
yang selama ini hanya bias dikhayalkan. Tak percaya?Diriku telah
membuktikannya.
Beberapa tahun silam, aku membaca beberapa buku
motivasi seperti Laskar Pelangi dan Negeri Lima Menara. Sejujurnya, aku tak
terlalu menyenangi buku-buku tersebut sebab beberapa kalimatnya seakan terlalu
menyanjung negeri orang lain dan merendahkan negeri sendiri. Tapi aku menemukan
sebuah motivasi kuat yang menancap dalam diri bahwa siapapun bisa menggapai
angan-angan. Pernah pula kubaca tulisan tentang pengalaman tiga kompasioner
yakni Della Anna, Mariska Lubis, dan Inge (tulisannya DI SINI) yang melanglang
buana ke negeri lain dan menyerap hikmah-hikmah dan makna di sana. Sebuah
tulisan yang inspiratif.
Beberapa tahun silam, aku juga menyaksikan film The
Secret. Di situ ada kisah tentang seseorang yang memelihara impiannya untuk
membeli rumah.Ia lalu menggunting beberapa gambar rumah yang paling
diinginkannya. Ia menjadikannya sebagai motivasi yang melecut semangatnya.
Setelah beberapa tahun berikutnya ia berhasil membeli rumah. Saat dibukanya kembali
catatan harian -yang terdapat gambar rumah yang diidamkannya--, ia langsung
terduduk sambil terisak. Betapa tidak, rumah yang dbelinya ternyata adalah
rumah yang sejak dulu diidamkannya. Ajaib! Ia telah mewujudkan mimpi menjadi
kenyataan.
Tulisan-tulisan itu telah menyalakan semangat dalam
diri untuk mencoba mengikuti jejak mereka.Ini soal keberanian serta kemampuan
untuk memelihara semangat di tengah terjangan pesimisme dan tatap sinis banyak
orang.Kita memang terlahir pada iklim dan kondisi di mana banyak orang hanya
bisa mencaci dan meremehkan impian.Dan itu seringkali menjadi petaka yang
memantek langkah-langkah ajaib yang mestinya bisa kita lesatkan.Tapi hidup
harus dihadapi dengan penuh keberanian sebagaimana para nelayan yang hendak
melaut.Para nelayan itu paham bahwa segala sesuatu bisa terjadi di laut. Tapi
mereka telah memasrahkan keselamatan dirinya pada kecakapan meniti buih di atas
laut sebagaimana diwariskan para pelaut pemberani negeri ini sejak ratusan
tahun silam
Mengapa Kompasiana?
BERBEKAL motivasi kuat tersebut, mulailah aku menata
langkah ke depan. Aku sadar bahwa belajar di luar negeri adalah mimpi
buatku.Ayahku telah lama meninggal dunia.Ibuku hanyalah seorang guru sekolah
dasar di Kota Baubau, yang terletak di Pulau Buton.Tapi aku punya sesuatu yang
diwariskan ayah. Aku punya semangat yang menyala-nyala dan menerangi semua
langkah yang akan dijalani. Meskipun aku sadar bahwa kaki ini terlampau rapuh
untuk menjangkau banyak hal. Lantas, apa yang harus kulakukan?
Mengacu pada kisah dalam The Secret, aku mulai
mengkhayalkan seperti apakah gerangan Amerika Serikat. Segalanya harus dimulai
dari imajinasi serta angan-angan yang kuat tentang masa depan. Aku ingin
membentuk masa depan melalui tulisan. Minimal, aku telah mengkhayalkannya.Blog
menjadi arena yang mengalirkan semua hasrat, keinginan, serta keinginanku untuk
belajar di negeri itu.Selama kurang lebih beberapa tahun, aku telah
menghasilkan tulisan blog hingga 1.500 tulisan dengan berbagai tema (alamat
blog pribadiku DI SINI).Tak hanya itu, aku juga bergabung di Kompasiana, demi
mengasah kemampuan menulis dan berdiskusi dengan berbagai lapisan sosial.
Beberapa tulisan blog, aku tampilkan pula di Kompasiana demi memancing debat
dan diskusi yang intens dengan para audiens. Di sini, aku menemukan sebuah
rumah yang nyaman sekaligus menantang untuk diskusi, adu argumentasi, dan bisa
saling belajar.
Kompasiana mengasah kemampuan untuk mengenali
isu-isu terbaru serta dinamika wacana yang tengah hangat di negeri ini. Aku
juga belajar untuk mengenali isu-isu apa yang kelak akan menjadi trend di masa
depan, serta apa saja yang harus dilakukan. Memang, dinamika yang terjadi di
rumah sehat ini seringkali kebablasan.Tapi aku tak pernah mau menempatkan diri
dalam polemik yang berkepanjangan.Aku belajar kalau setiap orang punya landasan
berpikir sendiri-sendiri yang dibentuk oleh pengalaman.Adalah sesuatu yang
wajar ketika seseorang berbeda pandangan. Namun amat tidak wajar jika seseorang
mati-matian mempertahankan pendapatnya, tanpa harus mendengarkan yang lain.
1316204162753158111Akhirnya, suatu hari aku
menemukan pengumuman tentang beasiswa ke luar negeri.Mulanya aku agak takut
untuk mencobanya.Namun seorang teman mengingatkan bahwa hidup ini tidak seindah
sebagaimana Aladin menemukan lampu wasiat.Semuanya harus dimulai dari kerja
keras dan mencoba setiap peluang.Ketika dirimu mencoba satu peluang, maka
dirimu punya kesempatan untuk mencetak keajaiban.Namun ketika dirimu tak pernah
mencoba, jangan pernah berharap ada keajaiban yang menyapa, sebagaimana Aladin
menemukan lampu wasiat.
Kalimat ini serupa mantra yang menyalakan sesuatu
dalam jiwaku.Ada inspirasi yang tiba-tiba menyelusup.Barangkali, kehidupan
adalah sebuah panggung di mana kita mesti menjemput beragam peluang.Kita mesti
menghadapi hidup sebagaimana seorang nelayan yang setia menebar jaring di
mana-mana. Tak semua jaring akan menghasilkan ikan, namun dengan cara menebar
di mana-mana, ia sedang memperbesar peluang. Ia sedang menebar harapan.
Yah..Hidup ini ibarat menebar harapan. Mencoba beragam
peluang ibarat menabung harapan yang kelak akan berbuah sesuatu. Kau tak pernah
tahu kapan jaring itu akan menjerat ikan, namun saat itu datang, kau akan
menyadari bahwa semuanya diawali ikhtiar untuk menebar harapan. Semuanya adalah
hasil dari kerja keras, serta keberanian untuk menjemput semua peluang. Dirimu
telah melempar jaring, dan kelak dirimulah yang akan disapa keajaiban. Sebab
keajaiban tak akan hadir pada mereka yang hanya bisa berpangkutangan, mereka
yang hanya menunggu, mereka yang hanya memelihara pesimisme, sehingga tak mau
melakukan apapun. Keajaiban adalah milik mereka yang menyingsingkan lengan baju
untuk melakukan sesuatu, tanpa pesimis, serta berani menebar jarring harapan.
Mulailah aku menjalani seleksi.Menurut informasi,
jumlah pendaftar beasiswa itu adalah 9.000 orang dari seluruh Indonesia.Tapi
informasi itu tidak menyurutkan langkah.Yang penting aku berbuat yang
terbaik.Pada tahapan awal, aku diminta menuliskan study objective dan personal
statement. Keduanya penting sebab menjadi patokan bagi para juri untuk melihat apakah kita
layak menerima beasiswa ataukah tidak. Berbekal pengalaman berkompasiana, aku
mulai bisa mmetakan mana agenda riset yang urgen di masa depan. Aku juga mulai
bisa menuliskan personal statement yang baik serta kuat, berkat latihan menulis
selama ini melalui blog.Pengalaman menulis itu juga berguna sebab melatih kita
untuk berpikir cepat dan dengan segera menuliskan gagasan itu, tanpa harus
menunggu datangnya inspirasi.Pengalaman berinteraksi di Kompasiana membuatku
bisa membedakan mana hal yang penting dan mana hal yang tidak penting.
Dalam seleksi yang kuikuti ini, semua peserta mesti
melampirkan beberapa contoh tulisan. Beberapa tulisanku yang terbaik dan pernah
tayang di media massa, kukumpulkan dan dibundel menjadi satu. Aku juga
menyeleksi beberapa tulisanku yang pernah jadi HL di Kompasiana, kemudian
di-print dan dimasukkan dalam dokumen itu. Aku tak peduli apa kata teman yang
mengatakan bahwa aku mengirimkan banyak dokumen ke juri sehingga amplop formulirku
nampak tebal. Pikirku, daripada berkas itu berserakan di rumah, mendingan dikirim
ke kantor juri beasiswa itu.
Aku merasakan dampak berkompasiana.Beberapa juri
adalah jurnalis senior Kompas serta aktivis media yang cukup kondang di
Indonesia.Mereka pernah membaca tulisanku dan pernah pula berinteraksi dengan
berbagai hal yang kutuliskan.Mereka memberi respon positif dan berharap agar
hasrat menulis itu tidak pernah padam.
Kerja keras itu membuahkan hasil. Aku dinyatakan
lulus beasiswa dan mesti tinggal selama enam bulan di Jakarta untuk memperdalam
bahasa. Setelah belajar selama enam bulan, aku berhasil mendapatkan nilai yang
baik dan berhak untuk melamar ke universitas idaman.Saat inilah, aku kembali
menyusun artikel mengapa memilih kampus dan jurusan tertentu.Kembali,
pengalaman menulis blog menjadi penyelamat hingga akhirnya datang panggilan
untuk studi dari Ohio University at Athens.
saat di kampus
Setelah menyelesaikan semua berkas dan administrasi,
hari aku berada di pesawat Delta Airline. Tak lama lagi pesawat ini akan
mendarat di Bandara Detroit. Aku masih merenungi perjalanan panjang hingga
menggapai tiket ini. Dari keseluruhan proses yang pernah kujalani, aku telah
menjalaninya dengan sukses. Dan dari keseluruhan proses itu, kemampuan menulis
ibarat dua kepak sayap yang menerbangkan saya menggapai langit-langit impian.
Semuanya berkat menulis di blog, sebuah aktivitas yang disepelekan banyak
orang. Sekali lagi, semuanya berkat menulis di blog, termasuk menulis di
Kompasiana.(*)