PESAWAT

TOLERANSI

SELAMAT DATANG DI WEBSITE KAMI SILAHKAN BERKUNJUNG

Senin, 10 April 2017

TUHAN KITA SAMA







Tuhan Kita Sama

Materi ini diambil  dari buku Al-Zaytun Sumber Inspirasi | Penulis Drs. Ch. Robin Simanullang
Demikianlah kami dalam pertemuan pertama malam itu mengajukan pertanyaan kepada Syaykh Panji Gumilang. akhirnya, pertanyaan kami semua dijawab sangat cair. tak terasa waktu sudah bergulir larut malam. akhir kata, saya pun mengucapkan terimakasih atas keterbukaannya. lalu mengulurkan tangan bersalaman pamit.
Sambil menggenggam tangan saya, beliaupun berucap:”Terimakasih juga anda sudi datang kemari, tapi saya minta jangan mengatakan berbeda aliran. Tuhan kita sama, udah selesai. anda beriman, kita beriman, itu kesamaannya. nggak usah dikatakn benar tidak benar. yang tahu benar itu cuma yang diatas sana ( Allah ). yang penting kita praktekan kebenaran, kita berjalan pada nilai nilai kebenaran, nanti yang diatas sana yang menilainya. indonesia kalau sudah begitu, udah beres. karena kita majemuk. kalau tidak begitu, susah. justru saya yang minta anda jangan pakai istilah berbeda aliran. aliran kita sama karena kita sama sama ciptaan Tuhan. itu konsep Ilahinya”.
Saya terkesima mendengar ucapan akhir percakapan ( wawancara ) tersebut. layaknya sebuah epilog! sejenak saya tertegun berdiri seraya masih bersalaman. Pernyataan akhir itu semakin memicu inspirasi dan imajinasi saya menerawang sampai jauh, menembus ruang dan waktu hingga dibalik tabir. Kesan pertama saya, beliau Syaykh, guru besar, ulama yang sudah mengenal Allah dan kebenarannya, melampaui pengenalan banyak kiyai dan ulama, juga banyak pendeta dan pastor yang saya kenal.
Saya yakin, pernyataan itu manandakan beliau sudah tahu banyak tentang kisah ( sejarah ) panjang hubungan Allah dan manusia, mulai dari zamannya nabi Adam, Nuh, Ibrahim ( Abraham ) serta kedua anaknya Ismail dan Ishak, sampai ke zamannya Musa, Isa ( Iesua, Jesus )dan Nabi Besar Muhammad SAW, hingga hari ini. Saya yakin pengetahuan beliau sudah sangat mumpuni tentang siapa Allah yang ini disembah oleh umat beragama didunia, khususnya penganut agama samawi atau sering juga disebut agama Abrahamik, atau agama langit yang bersumber awhyu Elohim atau Allah ( Yahudi, Kristen dan Islam ).
Selain itu, Pernyataan itu menunjukan seberapa tinggi, luas dan dalamnya kualitas logika toleransi dan logika keimanan yang beliau miliki. Pernyataan itu juga mengandung makna bahwa beliau tidak menganggap orang lain yang berbeda agama sebagai orang kafir. “anda beriman, kita beriman, itu kesamaannya. nggak usah dikatakan benar tidak benar. yang tahu benar itu cuma yang diatas sana ( Allah ). yang penting kita praktekan kebenaran, kita berjalan pada nilai nilai kebenaran, nanti yang diatas sana yang menilainya”, kalimat lepas bersahaja tetapi amat sarat makna logika toleransi dan logika keimanannya. Pernyataan akhir syaykh panji gumilang itu juga menginspirasi saya berkata dalam hati : bahwa memang, iman bukan untuk ditoleransikan, tetapi nilai nilai kemanusiaan dalam nilai nilai keimanan itulah yang seharusnya menjadikan kita menjadi manusia yang penuh toleransi.
Lalu, saya melepas genggaman tangan dengan sikap dan respek rasa hormat, berpamitan pulang malam itu juga. salam hati, saya menyandingkannya dengan tokoh tokoh pluralisme yang telah menjadi tokoh inspirasi bagi saya sejak mahasiswa , seperti KH Abdurrahman Wahid ( Gus Dur )dan Nurcholis Madjid ( Cak Nur ), Serta belakangan Prof . Safii Maarif ( Buya Syafii ), dimana setiap tulisan dan ucapan mereka sangat inspiratif memperluas cakrawala toleransi dalam keberagaman, juga dalam hal moral.

Dalam hal pencerahan moral dan logika iman, saya juga menyandingkannya dengan seorang pendeta, yakni Pendeta Prof.Dr. Andar Lumban Tobing, Mantan rektor Universitas HKBP Nommensen dan mantan Bishop Gereja Kristen Protestan Indonesia ( GKPI ), yang setiap ucapannya. bagi saya, selalu mencerahkan dan menginspirasikan pemahaman pemahaman alkitabiah dan teologis, tetapi dalam pemahaman kehidupan praktis dalam komunitas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah minum secangkir teh tarik khas Al-zaytun di resto lantai dasar isma Al islah, tepat pukul 00.15, Kami meninggalkan Al-zaytun, kembali menuju jakarta, lewat haurgeulis – Patrol  – Pantura – Tol Cikampek – Jakarta. Rasanya, saya bersama dua wartawan dan seorang sopir sama sekali tidak merasa lelah. sepanjang jalan kami membincangkan kesan atas apa yang kami saksikan, dengarkan dan rasakan langsung dari hasil liputan ke Al-zaytun itu. intinya, mencuat rasa kagum. Kami berkesimpulan,
Al zaytun itu lembaga pendidikan islam milik bangsa yang akan membawa perubahan besar demi kemajuan bangsa indonesia dan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar